Beranda | Artikel
Pemimpin Wanita Menurut Kaca Mata Islam
Kamis, 1 April 2010

Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in. Mungkin sebagian orang masih ragu mengenai masalah ini. Ada yang masih ngotot bahwa pemimpin boleh-boleh saja dari kaum wanita. Caleg, Bupati, Gubernur dan Presiden boleh saja dari wanita. Namun tentu saja yang menjadi hakim dalam pro-kontra yang ada adalah bukanlah hawa nafsu. Kalau dengan hawa nafsu, maka semua akan berbicara seenaknya berbicara sendiri. Allah dan Rasul-Nya lah sebaik-baik hakim dalam masalah ini.

Oleh karena itu, dalam tulisan kali ini kami ingin meluruskan persepsi sebagian orang mengenai hal ini. Namun, kami bukan maksud membela golongan tertentu atau meremehkan mereka. Tidak sama sekali. Yang kami sajikan hanyalah perkataan Allah dan Rasul-Nya (dari Al Qur’an dan Hadits Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam), bukan pendapat si A dan si B yang bisa saja salah. Semoga Allah memberi taufik pada siapa saja yang membaca tulisan ini.

Dalam Al Qur’an, Kaum Laki-laki adalah Pemimpin bagi Kaum Wanita

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An Nisaa’ : 34)

Bagaimana maksud ayat ini menurut para ulama yang mendalam ilmunya?

Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim mengatakan mengenai ’ar rijaalu qowwamuna ’alan nisaa’, maksudnya adalah laki-laki adalah pemimpin wanita. (Ad Darul Mantsur, Jalaluddin As Suyuthi)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Laki-lakilah yang seharusnya mengurusi kaum wanita. Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, sebagai hakim bagi mereka dan laki-lakilah yang meluruskan apabila wanita menyimpang dari kebenaran. Lalu ayat (yang artinya), ’Allah melebihkan sebagian mereka dari yang lain’, maksudnya adalah Allah melebihkan kaum pria dari wanita. Hal ini disebabkan karena laki-laki adalah lebih utama dari wanita dan lebih baik dari wanita. Oleh karena itu, kenabian hanya khusus diberikan pada laki-laki, begitu pula dengan kerajaan yang megah diberikan pada laki-laki. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, ”Suatu kaum itu tidak akan bahagia apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita.” Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dari hadits ‘Abdur Rohman bin Abu Bakroh dari ayahnya. (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim pada tafsir surat An Nisaa’ ayat 34)

Asy Syaukani rahimahullah juga mengatakan bahwa maksud ’qowwamuna’ dalam ayat ini: laki-laki seharusnya yang jadi pemimpin bagi wanita. (Fathul Qodir pada tafsir surat An Nisaa’ ayat 34)

Syaikh ‘Abdur Rahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata, “Kaum prialah yang mengurusi kaum wanita agar wanita tetap memperhatikan hak-hak Allah Ta’ala yaitu melaksanakan yang wajib, mencegah mereka dari berbuat kerusakan. Kaum laki-laki (baca: suami) berkewajiban pula mencari nafkah, pakaian dan tempat tinggal bagi kaum wanita.” (Taisir Karimir Rahman)

Dalam surat An Nisaa’ ayat 34 juga terdapat dalil lain yang menunjukkan bahwa laki-laki adalah pemimpin wanita yaitu pada ayat:

فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا

”Kemudian jika mereka (para istri) mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.”

Ayat di atas menunjukkan bahwa istri harus menaati suaminya, bukan sebaliknya suami harus mentaati istri. (Tafsir Al Qur’an Lil Utsaimin, 5/81, Mawqi’ Al ’Allamah Al Utsaimin)

Jika laki-laki adalah pemimpin bagi wanita dalam rumah tangga yang lingkupnya lebih kecil, bagaimana mungkin wanita dibolehkan jadi pemimpin bagi desa, kecamatan, kabupaten, propinsi apalagi negara!!

Banyak Ayat Lain dalam Al Qur’an yang Mendukung Hal Ini

Pertama; Allah melebihkan derajat laki-laki daripada wanita

وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Baqarah: 228)

Kedua; Para Nabi dan Rasul adalah laki-laki.

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى

“Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya diantara penduduk negeri.” (QS. Yusuf : 109)

Ketiga; Para istri Nabi berada di bawah kekuasaan para Nabi.

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ

“Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing).” (QS. At Tahrim : 10)

Kata-kata di bawah dalam ayat ini menunjukkan bahwa wanita itu dipimpin, bukan yang memimpin. Ketentuan ini bukan hanya syari’at Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam, namun juga ini adalah ketentuan nabi terdahulu yaitu Nabi Nuh ’alaihis salam.

Keempat; Warisan laki-laki setara dengan dua wanita.

يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ

“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan” (QS. An Nisa’ : 11)

Saksi laki-laki setara dengan dua wanita (dalam transaksi finansial bukan dalam semua persaksian), sebagaimana firman-Nya yang artinya,”Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya.” (QS. Al Baqarah : 282)

5 Bukti: Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam Menetapkan bahwa Kaum Laki-laki Seharusnya Yang Memimpin

Bukti pertama; Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam tidak pernah mengangkat pemimpin (amir) dari kaum wanita.

Bukti kedua; Imam shalat tidak pernah seorang wanita, tetapi seorang laki-laki. Bahkan beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam ketika sakit tidaklah menyuruh istrinya untuk menjadi imam.

Bukti ketiga; Hak laki-laki lebih mulia daripada wanita.

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

“Andai aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada yang lain, tentu akan kuperintahkan wanita sujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi no. 1159. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Bukti keempat; Wanita harus izin kalau ingin puasa sunnah. Hal ini ditegaskan dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam barsabda,

لا يحل للمرأة أن تصوم وزوجها شاهد إلا بأذنه

“Hendaklah wanita tidak berpuasa (sunnah) apabila suaminya ada di rumah selain dengan seizin suaminya.”(HR. Bukhari).

Pesan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ini ditujukan kepada sang isteri bukan kepada suami, karena suami adalah pemimpin.

Bukti kelima; Laki-laki wajib ditaati, sebagaimana hadits Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَلَمْ تَأْتِهِ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ

“Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu istrinya enggan mendatanginya, sehingga suaminya tidur dalam keadaan marah, maka malaikat akan melaknat istri tersebut sampai pagi hari.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits ini menunjukkan bahwa suami punya hak memerintah isterinya karena suami adalah pemimpin.

Bukti lain dari sejarah Islam adalah bahwa semua para Rasul dan Nabi adalah laki-laki, begitu juga semua khalifah ada laki-laki dan pemimpin pasukan tempur untuk melawan musuh juga seorang laki-laki.

Bersambung insya Allah …

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel https://rumaysho.com

Tulisan di masa silam

Baca Juga:


Artikel asli: https://rumaysho.com/947-pemimpin-wanita-menurut-kaca-mata-islam.html